Media Aktivis Indonesia.Com | Jepara - Pembangunan Pasar Bangsri yang dimulai sejak 2018 hingga 2024 diduga syarat dengan berbagai penyimpangan. Sejumlah indikasi syarat persekongkolan pemufakatan jahat dalam lelang proyek indikasi pengondisian, keterlibatan Pokja dan SKPD Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kabupaten Jepara, yang saat ini dipercaya sebagai Plh Sekda Jepara, diminta bertanggung jawab.
Pemborosan anggaran, serta buruknya kualitas konstruksi menjadi sorotan publik adanya dugaan korupsi secara sistimatis. Proyek ini telah menelan total pagu anggaran sebesar Rp 65,37 miliar, dengan nilai kontrak mencapai Rp 61,72 miliar. Namun, hingga akhir 2024, pembangunan masih belum rampung, terjadi banyak permasalahan menimbulkan kerugian negara indikasi dugaan kuat dikorupsi. Pada Hari Jumat 28/Maret/2025.
Dalam keterangannya kepada awak media Haryanto yang mewakili beberapa pelapor masalah adanya indikasi dugaan syarat pemufakatan persekongkolan jahat, penyimpangan anggaran proyek pembangunan relokasi pasar Bangsri tahun 2019 sampai 2024 yang mangkrak yang melibatkan Kepala dinas PUPR yang saat ini sebagai Plh Sekda, Kabid Cipta Karya, ketua Pokja, dan SKPD dan para pihak kontraktor yang terlibat, berdasarkan hasil investigasi bersama Media Aktivis Indonesia Jepara dan audit BPK AUI, yang mengawal pelapor sejak tahun 2023 ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, ke Kejaksaan Agung RI dengan laporan dugaan tindak pidana korupsi pekerjaan proyek Pasar Bangsri yang diduga mengalami berbagai penyimpangan, mulai dari proses lelang hingga pelaksanaan konstruksi.
Audit menyeluruh temuan utama audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang diduga merugikan negara miliaran rupiah, dan tidak berhenti disitu dalam proses lelang dengan pemecahan satu pekerjaan dalam satu lokasi menjadi dua paket proyek. Hal ini diduga dilakukan untuk kepentingan pihak tertentu, yang menyebabkan pemborosan anggaran negara dengan adanya dua konsultan perencanaan dan dua konsultan pengawas dalam proyek yang judul sama satu paket, seharusnya cukup dikelola oleh satu pihak.
Selain itu, kualitas konstruksi juga menjadi perhatian. Material yang digunakan, seperti baja dan besi, diduga tidak memenuhi standar nasional Indonesia (SNI). Akibatnya, terjadi korosi, struktur bangunan yang tidak stabil, hingga atap yang mengalami kebocoran. Pekerjaan atap yang dikerjakan pada 2019 mengalami kerusakan tidak kesesuaian konstruksi teknik, sehingga dianggarkan ulang pada 2023, pemenang tender CV. Artha Huda Abadi lokal Jepara, dan PT. Chimarder 77 pada lanjutan proyek pasar Bangsri pada tahun 2019, uang diduga pekerjaan tidak sesuai kontrak, konstruksi teknis bermasalah. Mengenai hal ini pelapor yang mengawal kasus ini mengharapkan kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah segera memanggil para pihak - pihak yang terlibat."Ungkap Haryanto.
Lanjut Haryanto, Proyek ini melibatkan sejumlah kontraktor dari berbagai daerah, termasuk PT. Chimarder 777 asal Semarang dan beberapa perusahaan lokal dari Jepara serta Demak. Namun, dugaan muncul bahwa ada pengondisian dalam proses lelang yang melibatkan oknum berinisial H H, yang menjabat sebagai ketua pokja, dan SKPD yang terlibat.
Selain itu, turunnya nilai pagu dan kontrak dengan selisih yang sangat kecil juga menjadi indikasi bahwa pemenang lelang sudah "disiapkan". Contohnya, pada proyek lanjutan Pasar Bangsri tahun 2019, PT. Chimarder 777 memenangkan tender dengan nilai Rp 23,9 miliar, hanya turun kurang dari 2% dari pagu Rp 24,4 miliar.
Dugaan keterlibatan Kepala Dinas PUPR Jepara, yang saat ini dipercaya sebagai Plh Sekda Jepara, dan khususnya Bidang Cipta Karya, juga menjadi perhatian. Beberapa pihak lain yang diduga terlibat adalah konsultan perencana, konsultan pengawas, serta pihak pelaksana proyek yang dinilai lalai dalam memastikan kualitas pekerjaan.
"Dan terjadi permainan proses lelang tender ini tidak yang pertama kali, terjadi pada tahun 2012 proyek pembangunan Gedung Olah Raga (GOR) dengan doble anggaran, yakni terkait pekerjaan parquet atau lantai gedung olahraga lapangan futsal, mengenai kasus lantai futsal hingga sampai saat ini masih tertahan di meja kejaksaan tinggi dan pernah ditanyakan , jika diperlukan akan ditinjau kembali, dan digelar perkaranya terkait lantai futsal,, Bangunan tersebut dikomplek Gelora Bumi Kartini (GBK) yang tidak sesuai sepekfikasi dan penyalahgunaan wewenang, saat itu dipertanyakan publik.
Tambah, Haryanto indikasi persekongkolan dalam lelang proyek diduga terjadi sejak 2018, ketika proyek pertama kali dilelangkan. Sejumlah kejanggalan baru terungkap setelah proyek berjalan bertahun-tahun dan ditemukan banyak permasalahan dalam konstruksi. Pada 2019, terjadi kebocoran atap pasar yang menyebabkan dianggarkan ulang pada 2023.
Salah satu aktivis yang mengawal pelaporan kasus penyimpangan relokasi pembangunan pasar Bangsri ini angkat bicara terkait pelanggaran regulasi dan permainan pengondisian lelang dan terjadi tidakesesuaian konstruksi teknik proyek pembangunan pasar Bangsri tersebut. Hingga akhir 2024, pasar masih belum selesai dibangun meskipun dana besar telah dikucurkan. Sejumlah aktivis dan masyarakat mulai melaporkan dugaan penyimpangan ini ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah sejak 2023, dan adanya pelapor atas nama masyarakat awal tahun 2024, dan disusul laporan oleh Suara Keadilan ke Kejaksaan Agung RI akhir tahun 2024 dengan dugaan korupsi pembangunan pasar Bangsri.
Proyek yang dimaksud adalah pembangunan Pasar Bangsri, yang berlokasi di Kecamatan Bangsri, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Proyek ini direncanakan menjadi pasar modern yang bisa menjadi pusat ekonomi bagi masyarakat setempat, namun hingga kini masih mangkrak akibat berbagai permasalahan.
Beberapa faktor utama yang diduga menjadi penyebab penyimpangan dalam proyek ini antara lain: Adanya pengondisian dalam lelang proyek untuk menguntungkan pihak tertentu.
Pemecahan paket proyek secara tidak wajar, yang berpotensi menjadi modus bagi-bagi proyek.
Kualitas material dan konstruksi yang tidak sesuai spesifikasi, mengakibatkan kebocoran atap dan kerusakan lainnya.
Kurangnya pengawasan dari pihak terkait, baik dari DPUPR maupun konsultan pengawas.
Ketidaktransparanan dalam penggunaan anggaran, yang menimbulkan kecurigaan adanya praktik korupsi.
Sejumlah aktivis dan masyarakat telah melaporkan kasus ini ke Kejati Jawa Tengah. Mereka menuntut dilakukan investigasi lebih lanjut untuk memastikan ada atau tidaknya pelanggaran hukum dalam proyek ini. Hingga saat ini, Pemerintah Kabupaten Jepara dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jepara belum memberikan pernyataan resmi terkait hasil audit BPKP dan laporan masyarakat ke Kejati.
Sementara itu, dalam audiensi di DPRD Jepara pada Mei 2024, Kabid Cipta Karya DPUPR Jepara, Hanif, mengklaim bahwa pekerjaan telah dilakukan sesuai prosedur dan bahan yang digunakan telah sesuai dengan rekomendasi. Namun, aktivis menilai pernyataan tersebut sebagai upaya pembelaan diri dan pembohongan publik.
Terjadi pelanggaran dan mengabaikan regulasi yang beberlaku, para pejabat melanggar beberapa Dasar UU No.5 Tahun 1999 Pasal 22 Tentang Persekongkolan. Perpres No 54 Tahun 2010.
Perpres No 16 Tahun 2018. Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2020. Dengan pelanggaran ini dugaan pelapor dan masyarakat bersama aktivis berharap yang berwenang Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah melakukan pemeriksaan para pihak - pihak yang terlibat."Pungkas seorang perwakilan aktivis.
Reporter : Redaksi